Minyak Kelapa (1)

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA

Sumber: http://www.bi.go.id/

PENDAHULUAN

Pada masa krisis ekonomi 1997, salah satu produk yang sangat langka di pasar sehingga harganya melambung tinggi adalah minyak goreng. Sebagian besar minyak goreng yang beredar di Indonesia adalah minyak goreng yang berasal dari minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan kelapa (crude coconut oil CCO). Tidak mengherankan jika harga komoditas minyak goreng selalu dipantau dan dikelola oleh pemerintah.

Minyak kelapa berasal dari produk pertanian yaitu kelapa. Luas perkebunan kelapa di Indonesia ternyata sebagian besar adalah perkebunan rakyat. Pada tahun 2000, areal tanaman kelapa di Indonesia tercatat seluas 3,697 juta ha, didominasi oleh perkebunan rakyat (96,6%) dan oleh perusahaan perkebunan besar (3,4%). Perkembangan luas areal dan produksi sebagaimana terlihat pada Tabel 1.1.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa perkembangan areal perkebunan kelapa telah meningkat dari 1,595 juta ha (1968) menjadi 3,697 juta ha (2000) dengan rata-rata 4% per tahun dan produksi meningkat dari 1,133 juta ton (1968) menjadi 3,048 juta ton (2000) dengan rata-rata peningkatan 5% per tahun.

Lebih lanjut, pada tahun 2003, luas panen produksi kelapa di seluruh Provinsi di Indonesia adalah 1.611 ribu ha (100%). Luas panen tersebut tersebar di pulau Sumatera seluas 640,92 ribu ha (39,77%), Jawa 241,21 ribu ha (14,97%), Bali, dan NTB 113,34 ribu ha (7,03%), Kalimantan 122,45 ribu ha (7,60%), Sulawesi 385,57 ribu ha (23,93%) dan Maluku, Irian Jaya 107,95 ribu ha (6,70%). Namun demikian, produktifitas tanaman kelapa tersebut masih dinilai rendah, yaitu mencapai 2,2 ton per ha secara total.

Hal tersebut terjadi sebagai dampak pengelolaan perkebunan rakyat yang belum maju. Berdasarkan hasil penelitian beberapa ahli perkebunan, ciri-ciri perkebunan kelapa rakyat dapat dijelaskan berikut ini (Tarigan, 2002).

  1. Luas kepemilikan lahan usaha tani sangat sempit, rata-rata 0.5 hektar per keluarga petani. Pola kepemilikan yang sempit ini akan menjadi lebih sempit sebagai akibat fragmentasi lahan yang tidak dapat dibendung sejalan dengan budaya bangsa Indonesia.
  2. Umumnya diusahakan dalam pola mono-kultur.
  3. Produktivitas usaha tani kelapa masih rendah rata-rata 1.1 ton equivalen kopra per hektar per tahun.
  4. Pendapatan usaha tani persatuan luas masih rendah dan fluktuaktif sehingga tidak mampu mendukung kehidupan keluarga petani kelapa secara layak.
  5. Adopsi teknologi anjuran sebagai upaya meningkatkan produktivitas tanaman dan usaha tani masih rendah, karena kemampuan petani dari segi pemilikan modal tidak menunjang.
  6. Produk usaha tani yang dihasilkan masih bersifat tradisional yaitu berbentuk kelapa butiran dan kopra yang berkualitas sub standar dan tidak kompetitif.

Dengan ciri-ciri tersebut, tingkat pendapatan petani kelapa menjadi sangat rendah. Salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa adalah dengan meningkatkan nilai tambah dari produk yang selama ini dijual oleh petani dalam bentuk kelapa butiran ataupun kopra menjadi produk minyak kelapa yang dikelola sendiri oleh petani. Tingkat harga minyak kelapa yang lebih tinggi dari produk kelapa butiran ataupun kopra akan menghasilkan tambahan penghasilan sehingga akan meningkatkan kesejahteraan petani itu sendiri.

Lebih lanjut, dilihat dari segi kesehatan, minyak kelapa merupakan minyak yang paling sehat jika dibandingkan dengan minyak sayuran (seperti: minyak jagung, minyak kedelai, minyak canola, dan minyak bunga matahari). Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian yang antara lain dilaporkan oleh Bruce Fife pada tahun 2003 dalam bukunya The Healing Miracle of Coconut Oil (Budiarso, 2004).

Oleh karena itu, perlu dilakukan studi kelayakan usaha pengolahan minyak kelapa yang komprehensif terutama menyangkut kelayakan investasi dengan skala usaha kecil yang sangat cocok untuk petani-petani kelapa tersebut. Dalam buku ini akan dibahas pola pembiayaan usaha kecil pengolahan minyak kelapa.

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

PROFIL USAHA

Usaha minyak kelapa sudah ada sejak puluhan tahun lampau di Indonesia, karena tersedianya bahan baku dari tumbuhan kelapa yang secara alamiah tumbuh di Indonesia. Sumber daya alam yang melimpah tersebut, tentunya sangat menarik para investor, baik domestik maupun luar negeri untuk mendirikan pabrik minyak kelapa di Indonesia.

Tabel 2.1.
Penyebaran Pabrik UPH Minyak Kelapa
Per Provinsi Seluruh Indonesia Tahun 1993 dan 2000 (Ton Per Tahun)

Provinsi
Pabrik UPHTahun
Total Produksi
(Ton/Tahun)

1993
2000
1993
2000

Nanggroe� Aceh� Darussalam
10
28
3.890
10.600

Sumatera� Utara
25
76
55.720
40.146

Sumatera Barat
4
1
59.820
2.880

Riau
10
62
90.700
58.941

Jambi
12
1
16.560
1.080

Sumatera Selatan
1

40.000

Lampung
1
8
156.000
21.920

DKI� Jakarta
16
3
447.300
84.000

Jawa� Barat*
9
5
107.000
14.220

Jawa� Tengah
5
98
42.100
98.627

Jawa� Timur
26

46.860

Bali
3
14
9.880
65.314

Nusa Tenggara Barat
12
4
7.100
6.751

Nusa Tenggara Timur

1

180

Kalimantan Barat
8

6.900

Kalimantan Tengah
10

9.750

Kalimantan Selatan
6
7
5.300
4.050

Kalimantan Timur
1
2
180
525

Sulawesi Utara*
16
41
96.600
491.369

Sulawesi Tengah
6
13
10.300
126.276

Sulawesi Selatan
11
5
25.400
9.000

Sulawesi Tenggara
2
230

Maluku*
3
14
100
66.660

Irian Jaya / Papua

16

126.473

Indonesia
202
400
1.237.700
1.229.030

Sumber: data tahun 1993 berasal dari CIC, tahun 2000 dari Ditjen Perkebunan
* termasuk provinsi hasil pemekaran.

Pada tahun 1993, jumlah pabrik pengolahan minyak kelapa di Indonesia adalah 202 buah yang tersebar di 23 Provinsi. Jumlah pabrik terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur (26 unit) dan Sumatera Utara (25 unit). Jumlah pabrik tersebut telah meningkat menjadi 400 unit pada tahun 2000 yang berarti telah tumbuh hampir 100%. Pada tahun yang sama, sebagian besar pabrik tersebar di Provinsi Jawa Tengah (98 unit), Sumatera Utara (76 unit), Riau (62 unit), dan Sulawesi Utara (41 unit).

Pada tahun 1993, kapasitas produksi total pabrik-pabrik tersebut menunjukkan angka 1,2 juta ton per tahun. Sebagian besar dihasilkan oleh pabrik-pabrik yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta (447 ribu ton/tahun), Lampung (156 ribu ton/tahun), Jawa Barat (107 ribu ton/tahun), dan Sulawesi Utara (97 ribu ton/tahun). Pada tahun 2000, kapasitas produksi total Indonesia tidak jauh berubah, yaitu mencapai 1,2 juta ton/tahun. Namun demikian, total kapasitas pabrik tertinggi justru terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (491 ribu ton/tahun), disusul oleh Provinsi Papua (126,5 ribu ton/tahun), dan Sulawesi Tengah (126,2 ribu ton/tahun).

Propinsi Gorontalo (dulu bagian dari Provinsi Sulawesi Utara) sebagai tempat observasi penelitian ini juga sangat cocok sebagai tempat pengembangan usaha minyak kelapa karena masih luasnya sumber bahan baku. Observasi dilakukan terhadap empat responden yang terdiri dari dua usaha skala rumah tangga dan dua usaha skala kecil. Dua diantaranya pernah memperoleh kredit dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang besarnya Rp 3 juta (satu responden skala rumah tangga) dan Rp 150 juta (satu responden usaha kecil).

ASPEK PEMASARAN

PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa

Industri yang menggunakan bahan baku minyak kelapa baik dari bahan olahan kopra atau kelapa segar adalah industri minyak goreng, minyak kelapa dimurnikan, desicated coconut, makanan dan minuman lainnya. Perkembangan penawaran dan permintaan minyak kelapa Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1.
Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa Indonesia
Tahun 1968-2001 (000 metrik ton)

Elemen
1968
1978
1988
1996
1998
1999
2000
2001

Produksi
280,6
568,2
675,1
747,0
700,0
708,1
778,0
693,8

Impor
0,0
92,5
0,0
62,8
5,0
0,1
0,1
0,0

Perubahan Stok
27,0
0,0
0,0
-130,0
-30,0
-50,0
250,0
-20,0

Ekspor
17,4
0,0
206,7
378,8
372,7
349,6
734,6
395,0

Penawaran
290,2
660,7
468,4
301,0
302,3
308,5
293,5
278,8

Industri Makanan
288,0
490,0
421,0
200,0
206,0
209,0
212,0
215,0

Penggunaan Lain
2,2
170,7
47,4
101,0
96,3
99,5
81,5
63,8

Sumber: FAO (2004).

Pada tahun 2001, total produksi minyak kelapa Indonesia adalah 693,8 ribu metrik ton. Sebagian besar, yaitu 395,02 ribu metrik ton diekspor ke luar negeri sehingga total penawaran domestik adalah 278,82 ribu metrik ton. Permintaan berasal dari industri makanan sebesar 215 ribu metrik ton dan penggunaan lainnya sebesar 63,82 ribu metrik ton. Dengan penawaran dan permintaan seperti itu, kebutuhan domestik masih belum tercukupi sebesar 20 ribu metrik ton.

Konsumsi minyak kelapa domestik rata-rata per kapita tahun 1996, menurut data BPS adalah 0,1 liter per minggu. Konsumsi ini paling tinggi diantara konsumsi minyak dan lemak lainnya yang berkisar pada rata-rata 0 – 0,095 perkapita. Pada tahun 2003 pola konsumsi minyak dan lemak tidak jauh berubah, di mana konsumsi minyak kelapa masih cukup tinggi yaitu 0.1 liter per minggu sementara konsumsi minyak lainnya juga antara 0 – 0.01 liter per minggu (BPS, 2003).

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa permintaan minyak kelapa Indonesia juga berasal dari luar negeri. Perkembangan permintaan tersebut sangat dipengaruhi oleh konsumsi minyak kelapa dunia. Pada tahun 2001, konsumsi minyak kelapa dunia mencapai 3.366 ribu metrik ton. Konsumsi minyak kelapa tertinggi berasal dari negara-negara Eropa Barat, yaitu 570 ribu metrik ton (20,3%), USA 467 ribu metrik ton (16,6%), India 451 ribu metrik ton (16,1%), Philipina 289 ribu metrik ton (10,3%), Indonesia 228 ribu metrik ton (8,1%), Mexico 123 ribu metrik ton (4,4%) dan negara lainnya 677 ribu metrik ton (24,2%). Permintaan dan penawaran minyak kelapa dunia dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.
Permintaan dan Penawaran Minyak Kelapa Dunia
Tahun 1968-2001 (000 metrik ton)

Elemen
1968
1978
1988
1996
1998
1999
2000
2001

�Produksi
1.876
2.976
2.759
3.062
3.485
2.684
3.313
3.617

�Impor
560
1.421
1.406
1.584
2.623
1.587
2.387
2.346

�Perubahan Stok
38
12
-20
-161
5
-67
248
-141

�Ekspor
553
1.468
1.310
1.605
2.479
1.348
2.687
2.456

�Penawaran
1.922
2.941
2.834
2.880
3.635
2.856
3.261
3.366

�Buangan
0
0
0
0
0
0
0
0

�Makanan Olahan
0
0
0
0
0
0
1
0

�Makanan
0
-2
-19
-15
-18
-5
-7
-9

�Penggunaan Lainnya
1.381
1.861
1.727
1.841
1.877
1.919
1.892
2.092

Sumber: FAO (2004).

Tabel tersebut menjelaskan bahwa konsumsi minyak kelapa dunia mengalami puncaknya pada tahun 1998 yang mencapai 3.635 ribu metrik ton dan pada tahun 1999 mengalami penurunan dan cenderung meningkat lagi pada tahun 2000-2001. Pada tahun 2001 pemenuhan konsumsi dunia terhadap minyak kelapa masih kurang sebesar 141 ribu metrik ton.
ASPEK PEMASARAN

PERSAINGAN DAN PELUANG

Pada umumnya, minyak kelapa yang diproduksi oleh industri kecil dijual dalam bentuk minyak curah. Persaingan pada usaha ini berasal dari penjualan minyak goreng perusahaan-perusahaan besar yang mempunyai merek dagang tertentu yang berasal dari minyak kelapa sendiri ataupun minyak kelapa sawit namun dijual dalam bentuk minyak curah. Mayoritas persaingan yang terdapat di daerah survei datang dari minyak kelapa yang bermerek.

Persaingan dapat diidentifikasi dari: harga, jenis dan mutu, dan penyediaan input. Meskipun demikian peluang usaha untuk usaha kecil masih tetap baik di daerah survei. Hal ini disebabkan oleh beberapa sebab:
semakin langkanya minyak kelapa tradisional akan tetapi permintaan terhadap minyak kelapa ini cenderung meningkat;

kecenderungan preferensi konsumen yang semakin tinggi terhadap minyak goreng yang bebas dari bahan pengawet; dan

masih tingginya permintaan yang datang dari luar daerah maupun permintaan dari luar negeri.
Peningkatan produksi kelapa telah mendorong peningkatan volume dan nilai ekspor minyak kelapa. Devisa negara yang diperoleh dari ekspor produk kelapa mencapai US$ 320 juta pada tahun 2000 sedangkan perkembangan volume dan nilai ekspor-impor minyak kelapa dari tahun 1968 – 2002 dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel tersebut menunjukkan perkembangan volume dan nilai ekspor berfluktuasi yang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dalam negeri yang cenderung meningkat dan harga di pasar internasional. Pada tahun 1968, nilai ekspor minyak kelapa Indonesia hanya mencapai US$ 3,2 juta atau 174,2 metrik ton. Ekspor minyak kelapa Indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1997 yang mencapai 6,4 ribu metrik ton dengan nilai US$ 401,65 juta. Sementara itu, pada tahun 2000, ekspor minyak kelapa mencapai 7,3 ribu metrik ton dengan nilai US$ 319,67 juta. Tujuan ekspor utama minyak kelapa Indonesia adalah ke Amerika Serikat, Eropa Barat, Irlandia, Singapura, Malaysia, Bangladesh, India, Srilanka, China, Taiwan, dan Korea Selatan.

Tabel 3.3.
Volume dan Nilai Ekspor – Impor Minyak Kelapa Indonesia
Tahun 1968 – 2002

Tahun
Ekspor
Impor

Kuantitas
Nilai (000 US$)
Kuantitas
Nilai (000 US$)

1968
174,2
3.225,0
0,0
0,0

1979
207,1
14.810,0
274,1
22.353,0

1988
2.066,5
108.395,0
0,0
0,0

1989
1.915,7
95.722,0
0,5
25,0

1990
1.940,1
65.974,0
0,0
2,0

1991
1.976,3
73.308,0
68,3
2.121,0

1992
3.514,8
183.062,0
111,1
6.552,0

1993
2.583,5
103.636,0
335,1
15.055,0

1994
3.928,7
213.167,0
460,3
14.178,0

1995
1.482,8
93.571,0
268,8
17.941,0

1996
3.788,2
266.474,0
627,9
42.966,0

1997
6.442,5
401.650,0
0,2
38,0

1998
3.727,3
206.021,0
50,1
2.728,0

1999
3.496,4
209.362,0
0,9
108,0

2000
7.345,6
319.669,0
0,6
78,0

2001
3.950,2
111.651,0
0,4
18,0

2002
4.463,2
157.847,0
0,2
14,0

Sumber: FAO (2004).

Tabel 3.4.
Produksi Minyak Kelapa Dunia Tahun 1996-2003 (000 MT)

Negara
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
Pangsa 03

�Philippines
1.157
1.432
1.515
753
1.358
1.742
1.301
1.486
43,9

�Indonesia
747
714
700
708
778
780
749
750
22,1

�India
386
376
441
448
431
421
435
445
13,1

�Viet Nam
134
157
148
147
144
147
149
149
4,4

�Mexico
128
136
148
123
125
123
102
109
3,2

�Malaysia
34
36
40
55
54
46
50
54
1,6

�Papua New �Guinea
40
41
54
53
53
30
35
46
1,3

�Thailand
65
39
39
42
44
42
42
42
1,2

�Sri Lanka
41
36
38
35
44
64
30
30
0,9

�Bangladesh
29
59
43
35
50
31
27
27
0,8

�Mozambique
38
40
37
38
18
24
26
26
0,8

�C�te d’Ivoire
19
16
21
20
19
18
21
21
0,6

�Tanzania
19
20
19
17
19
19
19
19
0,6

�Germany
35
58
55
56
46
17
11
11
0,3

�Dunia
3.090
3.361
3.506
2.737
3.368
3.705
3.182
3.389
100,0

Sumber: FAO (2004).

Indonesia menduduki ranking pertama dalam luas produksi kelapa. Pada tahun 1999, luas panen produksi Indonesia mencapai 3.712 ribu ha (31,2%) dari total areal dunia 11.909 ribu ha (100%), yang kedua Philipina seluas 3.077 ribu ha (25,8%), India 1.908 ribu ha (16,0%), Srilanka 442 ribu ha (3,7%), Thailand 372 ribu ha (3,1%) dan negara lainnya 2.398 ribu ha (20,2%). Sementara itu, pada tahun 2003, kontribusi produksi minyak kelapa Indonesia menduduki posisi ke-2 di dunia yaitu sebesar 22,1% dan Philipina sebesar 43,9% dari total produksi dunia.
ASPEK PEMASARAN

HARGA

Perkembangan harga bahan baku dan minyak kelapa di pasar domestik dan internasional sejak tahun 1996 sampai dengan 2000 sangat berfluktuasi terutama pada tahun 1997-1998. Harga rata-rata kopra dan minyak kelapa di pasar domestik dan internasional selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.

Tabel 3.5.
Harga Minyak Goreng Bulog Tahun 1995 -2002 Per Kg

Tahun
Januari
Februari
Maret
Agustus
November
Desember
Rata-rata setahun

1995
1.284,6
1.330,5
1.345,8
1.357,2
1.374,9
1.381,2
1.347

1996
1.401,6
1.401,9
1.410,1
1.492,2
1.488,7
1.489,0
1.451

1997
1.494,8
1.496,2
1.494,4
1.606,8
1.604,3
1.652,2
1.527

1998
3.784,6
5.158,1
5.266,5
5.021,5
4.269,2
4.262,2
5.449

1999
4.379,9
4.571,9
4.461,5
4.052,5
3.628,5
3.596,8
4.144

2000
3.544,7
3.417,5
3.412,8
3.240,2
3.241,2
3.239,4
3.419

2001
3.116,0
3.031,0
3.146,0
3.500,2
3.873,3
3.972,3
3.527

2002
4.252,0
4.262,0
4.271,0
4.399,2
4.565,0
4.680,6
4.343

Sumber: BULOG (2004).

Data harga komoditas minyak goreng dari BULOG mengindikasikan fluktuasi yang tidak terlalu besar pada rentang waktu bulanan. Kenaikan harga minyak goreng yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1998 akibat dari krisis ekonomi. Pada tahun 1997 rata-rata harga minyak goreng adalah Rp 1.527 per kg, sedangkan pada tahun 1998 meningkat drastis pada tingkat rata-rata perbulan sebesar Rp 5.449 per kg.

Di Provinsi Gorontalo sendiri, berdasarkan data yang diperoleh dari Deperindag pusat menunjukkan bahwa harga minyak goreng kemasan Bimoli 620 ml pada bulan Mei 2004 rata-rata sebesar Rp 5.000, sedangkan harga minyak goreng tanpa merek Rp 6.000 per kg. Di tingkat pengecer, minyak goreng curah antara yang bermerek dengan yang tidak bermerek dijual sama, yaitu: Rp 6.000 per kg. Data tersebut menunjukkan bahwa harga minyak goreng tanpa merek ternyata cukup kompetitif dibandingkan dengan minyak goreng bermerek.

Tabel 3.6.
Rata-rata Harga Minyak Goreng Perbulan
di Provinsi Gorontalo Tahun 2003-2003

Tahun
Bulan
Bimoli (620 ml)
Tanpa Merek (Kg)

2003
Januari
5.625
5.500

Februari
4.075
5.414

Maret
4.487
5.313

Juni
4.509
4.891

Oktober
4.350
4.500

November
4.350
4.450

Desember
4.350
4.500

2004
Januari
4.350
4.500

Februari
4.350
4.500

April
5.000
6.000

Mei
5.000
6.000

Sumber: Deprindag (2004).

Tabel 3.7.
Harga Minyak Kelapa di pasar Spot Domestik dan
Forward Internasional Tahun 2003 – 2004

Jenis Perdagangan
Satuan
Lokasi
Harga

Domestik (spot)
Rp/Kg
Bitung

� Januari 03
4.480,00

� Juni 03
3.879,00

� Mei 04
6.231,00

Internasional (forward)
US$/ton
Rotterdam

� Des 02/Jan 03
492,50

� Jun/Jul 03
455,00

� Jun/Jul 04
645,00

Sumber: BAPPEBTI (2004).

Lebih lanjut, data dari BAPPEBTI menunjukkan bahwa harga komoditas minyak kelapa di pasar berjangka (spot/forward) cenderung untuk meningkat. Data terakhir menunjukkan Rp 6.231 per kg di pasar domestik sedangkan di pasar internasional pada tingkat US$ 645 per ton.
JALUR PEMASARAN

Jalur pemasaran hasil olahan minyak kelapa usaha kecil di daerah survei ternyata cukup singkat. Jalur pemasaran/distribusi tersebut dapat dijelaskan dengan Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Alur Pemasaran/Distribusi Minyak Kelapa Olahan Tanpa Merek

Ada tiga alur pemasaran dari minyak kelapa olahan di daerah survei. Alur pertama adalah dari pengusaha dijual kepada pedagang di pasar tradisional dan kemudian dijual langsung ke konsumen. Alur kedua adalah dari pengusaha yang dijual langsung ke konsumen. Pada alur ketiga, pengusaha menjual produknya langsung pada pedagang eceran yang kemudian dijual ke konsumen.

3 responses to “Minyak Kelapa (1)

  1. mau tanya donk, data yang kamu pos itu kamu dapat dari website instansi yang terkait atau dari instansinya langsung dengan cara bertanya langsung kepada humas instansi yang terkait?
    terima kasih sebelumnya..

  2. Mohon ditampilkan teknologi penyaringan minyak kelapa sederhana dengan biaya yang relatif murah untuk skala rumah tangga

Leave a reply to nanang setyawan Cancel reply